Pengalaman Diri

From: Zeembry [mailto:zwow@spot.net.id] Sent: Wednesday, December 15, 1999 6:08 PM To: urantia-indonesia@egroups.com Subject: [urantia-indonesia] Pengalaman Diri

> Orang Yahudi berniat membunuh Yesus. Kalau Yesus tidak mau atau menolak, > adalah sangat mudah baginya lolos dari salib. Sekali lagi, Bapa di sorga > menunjukkan bahwa demikianlah sifat Bapa yang penuh kasih, sehingga Dia > menyuruh sang Anak untuk mengikuti kehendak musuh-musuhnya, sampai mati > sekalipun. Yesus menyerahkan hidupnya dengan SENGAJA.

Saya pikir kata "SENGAJA" yang ditekankan itu seolah-olah Yesus mengorbankan dirinya hanya untuk mengalah kepada musuh-musuhnya bukan karena kasihnya terhadap umat manusia. Karena disebutkan Yesus bisa saja lolos dengan mudah dari kayu salib. ( sepertinya hanya main-main ). Rendah sekali kalau Yesus sampai berbuat seperti itu. Tapi dalam konteks yang positif kata "SENGAJA" itu bisa diartikan Yesus memang sengaja mengorbankan nyawanya demi kasihNya terhadap umat manusia tanpa perlawanan. Demi membuka mata manusia yang pada zaman itu tidak dapat menerima perubahan-perubahan yang dibawa dan diajarkan oleh Yesus.

Dengan kasihnya terhadap umat manusia, Yesus menerima pengorbanan itu bukannya dengan terpaksa ataupun dengan sengaja. Karena sakit yang dirasakan dari pengorbanan itu hanyalah setitik debu saja dibanding rasa kasih yang begitu besar yang diberikan Yesus pada kita. Saya pikir pada waktu disalibkan, Yesus tidak memikirkan rasa sakitNya, tapi malah memikirkan kasihnya terhadap umat manusia sampai dia sempat memintakan maaf pada Bapa kepada orang yang menghukumnya di kayu salib. Kasih mengalahkan segalanya.

Memang kata-kata manusia gampang sekali diputar balikkan seperti di atas baik itu dalam konteks yang positif ataupun negatif. Saya setuju sekali kalau pengalaman lah yang penting. Pengalaman pribadi tidak perlu diperdebatkan kepada orang lain. Pengalaman hanya bisa dirasakan dan bukan untuk dimengerti. Begitu juga Tuhan. Tuhan hanya dapat dirasakan, bukan untuk dimengerti atau diperdebatkan. Dan kata-kata itu sebenarnya hanya untuk memicu rasa dalam diri kita, bukannya untuk saling menghujat atau mencari pembenaran. Kata-kata yang indah akan mengembangkan rasa dalam diri dan rasa itu tidak bisa dijelaskan, hanya melalui pengalaman kata-kata itu akan menjadi berarti bagi orang yang mendengarnya.

Bila Yesus benar-benar turun ke dunia dan menjelma menjadi seorang wanita. Apakah dunia mau menerimanya ? Apakah kita sanggup mengenal jiwa yang berada dalam diri wanita itu ? Mungkin saja tidak. Wanita itu pasti juga akan dihujat dan dicaci maki seperti yang terjadi 2000 tahun yang lalu. Setelah Yesus meninggal, barulah orang dapat menerimaNya. Karena dunia tidak bisa menerima orang yang masih hidup. Karena orang yang masih hidup bisa marah, bisa menghukum bila kita berbuat kesalahan. Dan kita tidak bisa menerima kemarahan dan hukuman itu, karena sifat kita yang mau menang sendiri dan menganggap diri kita paling benar. Hanya anak kecil lah yang bisa masuk kerajaan surga. Hanya orang yang berhati polos seperti anak kecil yang bisa menerima ajaran-ajaran Yesus. Karena dengan kepolosan itulah Yesus dapat dengan mudah masuk ke dalam setiap hati manusia. Tapi bila manusia penuh dengan pikiran saling curiga, mau menang sendiri, egois ... Yesus akan susah untuk masuk ke dalam hati mereka, karena sudah tidak ada tempat lagi bagiNya.

Pengalaman Yesus dan para suci lainnya sangatlah penting untuk kita ketahui agar kita dapat mengalami apa yang mereka alami. Agar kita dapat mengerti apa yang telah mereka sampaikan kepada umat manusia pada masa lalu. Dan setiap nabi yang muncul pada masa lalu menyampaikan ajaran yang berasal dari satu sumber. Bila ada perbedaan, maka manusialah yang membuatnya begitu.

- z

Tanggapan

Indah sekali tulisan Anda, Sdr Zeembry.

Saya jarang sekali mendapatkan orang yang seperti Anda. Biasanya saya ketemu orang yang curiga, menuduh sesat, maki-maki, egois, materialistis, dsb. Apalagi jika orang sudah menempatkan diri pada suatu posisi kepentingan, agama atau organisasi tertentu, entah pendapat orang lain right or wrong, pokoknya sesat.

Kadang-kadang saya sadar itu karena akibat pendapat saya yang agak tajam mengenai AJARAN (bukan pribadi orang), seperti Yesus juga tajam menyorot kesalahan ajaran. Mungkin sudah risikonya begitu. Sebab saya pikir, jika manusia keliru diajar, akibatnya dia akan buta dan celaka sepanjang hidupnya. Salah-salah dia akan diperbudak oleh ajaran agama (keliru) yang dia anut. Jika hanya satu orang salah ajaran masih belum terlalu berpengaruh, tetapi apa jadinya jika sekelompok orang salah ajaran, atau malah satu generasi salah ajaran ? Sulit jika budaya satu bangsa sudah demikian terbelenggu oleh ajaran yang keliru. (jangan-jangan kita di Indonesia begitu .... makanya kita rusak-rusakan begini...)

Semoga Allah menurunkan senantiasa para pemimpin yang berpikiran agama maju. (Di sini saya menyadari bahwa Gus Dur Presiden kita adalah hamba yang ditempatkan Tuhan pada posisi demikian. Tuhan menjawab doa orang percaya. Diberkatilah pemimpin kita ini).

Ya...Kasih Allah itu melampaui segalanya. Yesus sudah memberi yang terbaik.

Pengalaman keagamaan itu milik pribadi orang itu. Makanya, saya buka kuping lebar-lebar pada pengalaman keagamaan orang, betapapun anehnya pengalaman itu. Tetapi kalau bicara doktrin ajaran, itu sangat fleksibel. Orang bisa berubah ajaran, sebab tataran pengetahuan orang akan terus bertambah, apalagi setelah pergi dari dunia ini ke alam roh. Manusia cenderung membuat pengalaman satu orang (suci) yang dijadikan doktrin untuk seluruh umatnya. Di sinilah saya harus bersyukur, sebab sampai hari ini, Yesus sudah memberi yang maksimal dan ideal dilakukan manusia fana.

Jika dicermati tulisan Anda mengandung inti praktis dari agama Yesus : iman - kepolosan anak kecil, pengalaman (relijius), kasih, pengorbanan, keteladanan, wahyu.

Yesus kita adalah memiliki karakter rohani seperti itu. Berbahagialah mereka yang mengerti, dan betapa indahnya dunia kita andaikan manusia bersedia menjadi seperti itu...

Sekali lagi terimakasih. Salam, Nugroho